Tape Ark dan AWS menciptakan solusi pengarsipan yang unik

Tape Ark memiliki misi untuk membantu organisasi dalam mengelola data cadangan mereka serta dokumen korporasi yang sudah tua dengan memanfaatkan analitik data, kecerdasan buatan (AI), dan machine learning (ML). Sebagai spesialis terkemuka di dunia dalam migrasi tape-to-cloud, setelah memproses lebih dari lima juta pita data hingga saat ini, Tape Ark kini membantu pelanggan untuk mengontrol data berbasis kertas mereka.

Bagi banyak industri, menyimpan dokumen merupakan persyaratan hukum dalam menjalankan bisnis, namun sektor manajemen dokumen yang menurut IBIS World bernilai 529 juta USD di Australia saja, telah siap menghadapi gangguan.

“Sering kali, perusahaan cenderung kehilangan jejak atas apa yang ada di dalam setiap kotak. Hal ini mempersulit pengambilan keputusan mengenai pembuangan kotak atau pemindaian dokumen. Seiring berjalannya waktu dan koleksi kotak arsip mereka bertambah, masalah tersebut menjadi semakin berat,” kata Guy Holmes, President dan Chief Executive Officer di Tape Ark.

Salah satu pelanggan Tape Ark, misalnya, memiliki lebih dari satu juta kotak di penyimpanan, dan koleksinya terkumpul sejak tahun 1930-an.

“Kami menyadari bahwa menyimpan dokumen kertas di kotak arsip merupakan masalah yang menyulitkan bagi banyak perusahaan. Untuk memutuskan dokumen mana yang akan disimpan, didigitalkan, atau dimusnahkan, mereka biasanya berusaha untuk memindai semua dokumen, atau membawa kembali kotak arsip ke kantor mereka agar para ahli di bidangnya dapat meninjau setiap kotak secara manual. Pilihan pada umumnya adalah tidak melakukan apa pun, namun ini berarti mengeluarkan biaya pergudangan bulanan untuk masa mendatang. Kami telah menggunakan AI dan ML di area lain dalam bisnis kami ketika kami memiliki ide untuk menggunakan alat-alat ini untuk menciptakan solusi yang lebih cerdas di mana mereka dapat mempelajari apa yang ada di dalam setiap kotak dengan biaya yang lebih murah” kata Guy.

Perjalanan machine learning Tape Ark dimulai dengan lokakarya penemuan pada bulan Juli 2020 yang dipimpin oleh tim AWS Professional Services (ProServe). Tim ilmuwan data, rekayasawan, dan pakar bisnis yang berdedikasi berkumpul untuk mengembangkan ‘ML Blueprint’, yang menguraikan langkah-langkah dan iterasi utama. Pada bulan Desember, Tape Ark siap untuk melakukan deployment bukti konsep yang disebut Rapid Box Indexer.

Rapid Box Indexer memungkinkan organisasi untuk melihat dari jarak jauh isi kotak yang diarsipkan melalui portal pelanggan Tape Ark. Ini merupakan layanan pertama dari jenisnya, menurut Guy.

“Sampai saat ini, perusahaan harus mengambil kotak secara fisik dari gudang di luar lokasi untuk mengaudit isinya. Setiap kotak dibuka oleh anggota staf, yang secara manual memeriksa, mendokumentasikan, atau memindai item sebelum menambahkannya ke spreadsheet atau basis data. Tergantung pada isinya, satu kotak dapat memakan waktu lebih dari satu jam untuk mengindeks dan mendokumentasikannya secara manual. Kalikan itu dengan puluhan ribu atau bahkan ratusan ribu kotak yang biasanya dimiliki organisasi besar, maka Anda akan melihat jam kerja yang tak ada habisnya,” kata Guy.

Untuk mengotomatiskan proses ini, Rapid Box Indexer menggunakan machine learning untuk mengindeks dan merekam isi kotak. Perangkat lunak Analisis Gambar dan Video Cerdas juga digunakan untuk mengategorikan informasi dan menambahkan metadata, memberikan wawasan yang jauh lebih mendalam daripada metode pengindeksan tradisional.

“Tim ProServe luar biasa,” kata Guy. “Mereka memperkenalkan kami pada cara berpikir baru, serangkaian produk AWS yang sedang berkembang, dan sangat kolaboratif. Senang rasanya bisa bekerja dengan tim yang berpikiran sama yang memikirkan hal besar dan benar-benar ingin mengatasi masalah pelanggan.”

Secara bersama-sama, Tape Ark dan ProServe membangun Rapid Box Indexer menggunakan Amazon Textract, yang menggunakan machine learning untuk mengekstrak teks, tulisan tangan, dan data dari hampir semua dokumen seperti yang dilakukan orang. Amazon Rekognition digunakan untuk mengotomatiskan analisis gambar dan video menggunakan machine learning dan perangkat lunak pengenalan ucapan, sementara Amazon Comprehend memungkinkan deteksi entitas dan analisis sentimen. Amazon S3 digunakan untuk menyimpan dan melindungi data, sementara Amazon Lambda memungkinkan pemrosesan informasi yang sangat cepat.

Kini pengguna dapat ‘melihat’ ke dalam setiap kotak menggunakan tiga lapisan data yang berupa video, gambar, dan teks melalui portal Tape Ark, bersamaan dengan tag yang dapat dicari. Berbekal informasi ini, akan jauh lebih mudah untuk memutuskan dokumen mana yang akan disimpan, didigitalkan, atau dimusnahkan. Mereka juga dapat mengaudit kotak-kotak yang lama setelah video, gambar, dan teks diambil – tanpa mengambil kembali satu kotak pun.

“Dalam pandangan kami, ini seperti menyimpan semua kotak dari luar lokasi ke lokasi Anda sehingga Anda dapat membolak-balik isinya sesuai kebutuhan. Hal ini memungkinkan pelanggan kami untuk memusatkan perhatian pada apa pun yang mereka harapkan untuk ditemukan,” kata Guy.

Setelah mengembangkan bukti konsep di Australia, Tape Ark kini menguji coba Rapid Box Indexer dari fasilitas Houston miliknya di Amerika Serikat.

“Saat ini kami menggunakan Rapid Box Indexer untuk memproses 7.500 kotak, yang merupakan skala yang wajar untuk uji coba pertama kami. Umpan balik pelanggan akan membantu kami menyempurnakan Indexer dan menjadikannya lebih berharga. Pada tahun 2021, kami akan mulai meluncurkannya secara massal,” kata Guy.

“Tujuan kami adalah untuk memperluas Indexer guna memenuhi kebutuhan industri apa pun dan menjawab beberapa pertanyaan tersulit dalam pengelolaan dokumen; Bisakah kita memprioritaskan dokumen untuk digitalisasi? Apakah ini akan membantu mengurangi ukuran penyimpanan arsip kotak fisik? Bagaimana cara ini akan mengurangi biaya pergudangan bulanan?”

Menurut perbandingan AWS, biaya Rapid Box Indexer bisa lebih murah hingga 20 kali lipat daripada sistem pengarsipan tradisional. Perkiraan ini didasarkan pada biaya penyimpanan kotak di gudang, yang “secara signifikan lebih tinggi daripada biaya digitalisasi dan penyimpanan data di cloud,” jelas Guy.