- AWS›
- Wawasan Eksekutif›
- Hyper-Personalization Using AI-Powered Marketing (Hiperpersonalisasi Menggunakan Pemasaran yang Didukung AI)
Hyper-Personalization Using AI-Powered Marketing (Hiperpersonalisasi Menggunakan Pemasaran yang Didukung AI)
Bincang-bincang bersama Vijay Chittoor, salah satu pendiri dan CEO Blueshift
Interaksi pelanggan yang lebih kuat
Pelajari cara personalisasi berbasis AI dapat memperkuat interaksi pelanggan dengan menyesuaikan perjalanan setiap pengguna dalam skala besar. Melalui AI canggih dan set data yang luas, Blueshift memungkinkan interaksi yang disesuaikan dan bermakna bagi perusahaan di seluruh dunia. Chittoor juga menyoroti peran penting kreativitas manusia dalam membentuk solusi AI yang efektif dan strategis.
Transkrip percakapan
Menampilkan Vijay Chittoor, salah satu pendiri dan CEO Blueshift, dan Jake Burns, Ahli Strategi Perusahaan di AWS
Mulailah dengan data
Jake Burns:
Mungkin Anda bisa mulai dan memberi tahu kami sedikit tentang tumpukan teknologi yang Anda gunakan? Karena saya banyak menjumpai pelanggan yang ingin mulai menggunakan AI dan pastinya AI generatif, tetapi banyak dari mereka bingung harus memulai dari mana. Adakah saran untuk mereka?
Vijay Chittoor:
Pertama, khususnya dalam domain kami ketika kita berpikir tentang sifat AI, semuanya dimulai dengan terlebih dahulu memiliki sejumlah besar data. Dalam kasus kami, data adalah semua tentang data pihak pertama konsumen, yang diatur pada tingkat per merek. Singkatnya, setiap pelanggan kami memiliki repositori data yang besar, yang mungkin dilacak secara historis dan mungkin juga tidak. Namun, dengan Blueshift, kami memudahkan mereka untuk memulai perjalanan penyatuan data, yang saya yakin akan Anda jumpai dalam pengalaman Anda sebagai salah satu langkah kunci sukses menerapkan AI. Maka dari itu, kunci langkah pertama adalah memiliki data kaya yang tertata dengan baik, mampu merekamnya dalam waktu nyata, mampu menyatukan data itu. Kedua, saran yang kami berikan kepada semua orang yang memulai perjalanan AI adalah mengutamakan pelanggan akhir.
Dalam kasus kami, ketika mengutamakan pelanggan, kami sungguh memikirkan cara Anda dapat menggunakan AI untuk memberikan interaksi yang dipersonalisasi bagi konsumen akhir. Bagi kami, maksudnya adalah memikirkan AI pelanggan. AI pelanggan intinya adalah mengambil data pelanggan, data pihak pertama yang kita bahas, kemudian menggunakannya untuk mencari tahu siapa, apa, kapan dan di mana, atau bagaimana harus berinteraksi dengan pelanggan. Jika membahas pemasaran tradisional, yang sering kali prosesnya sangat manual, tidak didukung AI, Anda mulai mengambil keputusan yang kurang spesifik tentang siapa target suatu kampanye, penawaran apa yang patut ditunjukkan kepada mereka, kapan harus menjangkau pelanggan, dan saluran mana atau di mana Anda harus berinteraksi dengan mereka. Jika dikaitkan dengan aplikasi di dunia yang tidak melibatkan AI, ketika keputusan ini diambil secara manual, Anda terlalu menyederhanakannya sehingga target pelanggan untuk suatu penawaran menjadi terlalu luas.
Kenyataannya, orang, konsumen akhir adalah individu yang unik dan mereka harus menanggapi respons tersebut dengan caranya masing-masing. AI sangat unggul sebab ketika manusia tidur, ia mampu membuat keputusan terkait di tingkat pelanggan individu dan membuat jutaan keputusan ini secara agregat. Itu namanya jenis mesin pengambilan keputusan, dan itulah jenis kekuatan pengambilan keputusan, personalisasi kekuatan yang diberikan AI bagi Anda. Saran kami bagi mereka yang menapaki perjalanan AI: mulai atur data. Kedua, pelanggan itu utama. Pertimbangkan kasus penggunaan. Manfaatkan keunggulan AI yang dapat membuat keputusan dalam skala besar, AI yang dapat memberi personalisasi bagi individu dan mengubah pengalaman pelanggan akhir Anda dengan mempertimbangkan elemen-elemen tersebut.
Jake Burns:
Tentu saja. Poin bagus. Semua tentang membuat personalisasi pengalaman. Sebagai proses manual, manusia yang bekerja 24 jam sekalipun akan kerepotan, bukan?
Vijay Chittoor:
Benar sekali. Ya.
Jake Burns:
Namun, dengan AI, mungkin tingkat kebenarannya lebih besar karena menggunakan lebih banyak gambar untuk titik data yang lebih berbeda.
Vijay Chittoor:
Benar sekali. Sepertinya Anda tadi menyinggung sesuatu yang penting. Anda berpikir tentang perjalanan pelanggan akhir. Jika dilihat lebih jauh, banyak orang telah membahas peningkatan kompleksitas perjalanan pelanggan di dunia digital dewasa ini, yang titik sentuhnya ada banyak dan berbeda-beda. Karena kompleksitas itu, ada jutaan permutasi perjalanan pelanggan. Sejenak saya berpikir, masalah interaksi pelanggan di masa sekarang ini berkaitan dengan memelihara perjalanan mandiri setiap pelanggan karena setiap pelanggan langsung melakukan perjalanan dengan merek. Bagaimana Anda mengenali perjalanan yang dilalui setiap individu? Bagaimana Anda bisa membantu mereka pada saat itu dan bagaimana Anda bisa melakukannya dalam skala besar? Di saat inilah AI masuk dan berperan. Ketika bekerja dengan pemasar, saya kira mereka andal bercerita. Namun, tantangan di masa sekarang adalah cara mengambil inti cerita, kemudian mempersonalisasikannya di semua perjalanan unik yang diproyeksikan secara otomatis ini. Saat situlah saya rasa pemasar butuh kontribusi AI. Simbiosis ini terbukti sangat kuat.
Manusia adalah elemen kreatif inti
Jake Burns:
Kedengarannya bagus sekali. Izinkan saya bertanya, apa peran manusia dalam semua ini?
Vijay Chittoor:
Saya rasa manusia adalah elemen kreatif inti di balik semua ini. Ada juga pendorong strategis di balik semua ini. Ketika memikirkan berbagai teknologi otomatisasi, terutama gelombang pertama teknologi otomatisasi, rupanya otomatisasi itu lebih menyulitkan manusia untuk lebih strategis dan kreatif karena menurut saya, otomatisasi itu kondisional. Otomatisasi berbasis aturan ‘jika ini, maka itu’.
Sering kali pemasar dan departemen lain di perusahaan pada akhirnya sepenuhnya mengandalkan otomatisasi, padahal tindakan yang semacam ini justru melunturkan sisi kreatif dan pemikiran strategis pekerjaan mereka. Dengan cara baru AI, yang benar-benar mendorong otomatisasi nyata sehingga Anda tidak perlu duduk diam menekan tombol ‘jika ini, maka itu’, Anda sebenarnya lebih ditantang dan diberdayakan lebih banyak untuk memberikan nilai strategis dan kreatif. Kini, Anda sebetulnya dapat meramu cerita yang ingin Anda sampaikan kepada pelanggan akhir dan memanfaatkan teknologi untuk membantu menyampaikan cerita itu dalam skala besar, bukan malah terhambat karena bersaing melawan teknologi. Dalam pengertian itu, AI telah membuka potensi banyak manusia dan kami sangat senang dengan itu.
Jake Burns:
Lebih mirip simbiosis daripada sepenuhnya menggantikan manusia.
Vijay Chittoor:
Benar sekali. Analogi co-creator. Kadang kita mengatakan bahwa setiap orang menjadi editor, dan dalam arti harfiah, orang yang sekarang menulis bisa mendapatkan draf pertama secara cepat dan mengalokasikan lebih banyak waktunya untuk menyunting. Di tingkat yang lebih strategis, mulailah terpikir tentang pekerjaan manusia. Semua orang di setiap peran di setiap departemen, perusahaan makin condong ke tingkat editor, jadi pekerjaan kasar untuk membuat draf awal dan penulisan awal berkurang.
Jake Burns:
Lebih sedikit pekerjaan yang tidak terdiferensiasi dan lebih banyak personalisasi dan semacam sentuhan akhir.
Vijay Chittoor:
Benar sekali.
Membangun budaya yang bertumpu pada AI
Jake Burns:
Ya. Mari bahas keahlian yang dibutuhkan untuk membuat perusahaan seperti ini karena sebagian besar perusahaan yang bekerja dengan saya ingin menggunakan AI. Sayangnya, AI adalah keahlian yang sangat sulit diperoleh karena ilmuwan data dan mereka yang berkecimpung di bidang AI sangat sulit direkrut dewasa ini. Mereka sangat berharga. Lantas, apa pendekatan Anda untuk merekrut dan mendapatkan talenta ini di organisasi Anda?
Vijay Chittoor:
Pertanyaan bagus. Menurut saya, sebagian kuncinya adalah merekrut orang yang tepat, tetapi sebagian lainnya adalah menetapkan budaya yang tepat. Bicara tentang perekrutan, saya rasa kita beruntung jika punya orang yang pandai di bidang AI di perusahaan. Salah satu pendiri saya, Manyam, menjabat sebagai Chief AI Officer di perusahaan kami dan beliau pernah melahirkan sejumlah karya yang sangat mengesankan, jauh sebelum AI sepopuler sekarang. Karena itu, saya pikir bagus untuk memulai dengan seseorang seperti beliau dan membangun landasan tim yang kuat. Adanya keahlian dan talenta yang tepat memang penting, tetapi budaya juga sama pentingnya. Perlu ada kerangka kerja yang tepat untuk seluruh perusahaan, bukan hanya machine learning dan teknisi AI, tetapi seluruh perusahaan untuk dapat memaksimalkan teknologi ini dan menghadirkannya bagi pelanggan, lantas menyukseskan pelanggan.
Jadi, ketika bicara budaya, kita berbicara tentang lima nilai budaya inti di Blueshift. Kelima nilai itu, ketika kita mengambil huruf pertama, maka akan terbentuk kata “MORPH.” Nilai pertama diwakili huruf M: make new mistakes, alias membuat kesalahan baru. Agak mengejutkan memang sebab mengapa orang justru didorong untuk membuat kesalahan? Bagian kuncinya adalah membuat kesalahan baru. Maksudnya, cepat belajar, mampu mencoba berbagai hal, sekaligus memiliki budaya belajar yang konsisten dan elemen keingintahuan dan pembelajaran. Semua bermula dari situ karena menurut saya itu sangat penting, terutama dengan teknologi baru seperti AI. Nilai kedua, obsessing over customer success, merujuk pada obsesi akan kesuksesan pelanggan. Itulah makna huruf O di MORPH. Ketika Anda berpikir tentang teknologi, agar bisa sepenuhnya bernilai, Anda harus sungguh memikirkan pelanggan akhir.
Punya obsesi akan kesuksesan pelanggan: baik tim teknologi maupun tim pemasaran dan penjualan dan kesuksesan pelanggan, semua orang terobsesi dengan kesuksesan pelanggan. R, singkatan dari raise the bar, alias menaikkan standar. Kami menantang diri untuk menjadi versi terbaik diri kami sendiri dan serius memikirkan inovasi terbaik yang dapat kami berikan kepada pelanggan. Itulah yang dimaksud dengan menaikkan standar. Keempat, P, adalah singkatan dari play as one team, alias kompak. Banyak dari inovasi ini dibuat untuk menyukseskan pelanggan. Karenanya, kami semua harus kompak dan seirama, mulai dari tim pengembang hingga tim garis depan yang langsung bersinggungan dengan pelanggan, dan seterusnya. Terakhir, H, merujuk pada have fun, alias tetap bersenang-senang. Sungguh. Maksudnya, semua pekerjaan ini pasti berat, tetapi kami akan menciptakan budaya yang membuatnya akan tetap seru untuk dikerjakan sehingga semua orang bisa tetap bersenang-senang sembari menikmati setiap prosesnya demi meraih tujuan di depan mata.
Cara mengurangi biaya kegagalan
Jake Burns:
Tadi Anda bilang, kalau tidak salah huruf ‘M’, merujuk pada make mistakes (buat kesalahan). Bagi sebagian orang, hal itu terdengar mengerikan. Bagaimana Anda memastikan biaya kegagalan ditekan sehingga kesalahan itu tidak berkembang menjadi malapetaka?
Vijay Chittoor:
Ya, itu sangat penting. Mengenai membuat kesalahan, kita bicara soal membuat kesalahan baru dan semuanya sangat bergantung pada budaya belajar yang diterapkan di perusahaan. Sama halnya ketika membahas soal terobsesi dengan kesuksesan pelanggan. Ada banyak kasus penggunaan yang kami layani untuk pelanggan yang sangat penting. Sekali lagi, karena kami didasarkan pada gagasan ‘terobsesi dengan kesuksesan pelanggan’, Anda harus seserius mungkin mempelajari semua hal yang penting untuk mendukung tujuan. Di area itu, pantang membuat kesalahan.
Inovasi itu harus berjalan seimbang, yang dapat terjadi di belakang layar seiring perkembangan berjalan, kemudian mengambil produk akhir yang telah rampung dikembangkan dalam bentuk yang total memenuhi standar untuk terobsesi pada kesuksesan pelanggan. Itulah dua hal yang harus kita perjuangkan. Menilik yang barusan, menurut saya kemitraan dengan perusahaan seperti Amazon sangat baik karena kami mengandalkan Amazon untuk banyak infrastruktur kami. Infrastruktur itu harus andal, fungsional, rendah latensi, semua itu. Itulah pola pikir yang perlu kita anut ketika berpikir tentang memberikan produk kepada pelanggan dan terobsesi dengan kesuksesan pelanggan.
Ada kalanya ketika Anda membuat purwarupa, membangun sesuatu secara internal, Anda mengharap kesalahan bisa cepat tuntas. Anda ingin memiliki budaya yang mendorong semua orang untuk ingin bereksperimen, tetapi Anda juga ingin memiliki budaya yang membuat orang sadar akan pentingnya waktu; pantang membuat kesalahan dan sangat berlandaskan pada gagasan terobsesi dengan kesuksesan pelanggan dan memastikan bahwa kita serius bertanggung jawab kepada pelanggan akhir.
Menciptakan AI yang dapat dipercaya dan mudah dipahami oleh pelanggan
Jake Burns:
Adakah tantangan yang mungkin menanti? Jika, bagaimana cara Anda menaklukkannya?
Vijay Chittoor:
Pertanyaan bagus. Ketika kita memperkenalkan teknologi-teknologi inovatif ini ke pasar, ada beberapa tantangan menarik dari waktu ke waktu yang sekarang telah kami tangani secara khusus seputar AI. Pertama, memastikan AI dapat dipercaya dan mudah dipahami karena digunakan dalam lingkup perusahaan. Pelanggan kami ingin memastikan bahwa pengalaman yang diberikan kepada konsumen akhir selaras dengan merek dan menjadi interaksi dipersonalisasi yang lancar dan memberi nilai tambah. Ketika Anda menghadap dan memberi tahu perusahaan bahwa semua keputusan ini dibuat oleh AI, bagaimana Anda meyakinkan tim pengalaman pelanggan, tim pemasaran, bahwa AI sudah membuat keputusan yang tepat karena mereka tidak akan dapat mengaudit satu demi satu secara manual sebab hal itu justru menjauhkan kita dari tujuan awal? Saya kerap memikirkan cara memecahkan tantangan ini, dan sejauh kami sangat berhasil. Caranya, dengan membuat AI yang mudah dipahami di berbagai tingkatan.
Bagaimana Anda menjamin pemasar non-teknis, misalnya, dapat masuk ke platform Blueshift dan memahami efek AI sebelum teknologi itu digunakan? Untuk memahaminya, coba buat UI yang masih cukup bisa dipahami oleh seseorang yang tidak sepenuhnya paham berbagai parameter AI dengan cara mengetahui apakah tingkat keyakinan model itu tinggi, dengan memahami sifat data yang masuk ke pemodelan itu sendiri, juga fitur yang diekstraksi dan digunakan. Sebagai contoh, mungkin dengan melihat antarmuka pengguna yang menjelaskan proses AI ini membuat keputusan untuk pelanggan, misalnya, di segmen tertentu. Menurut saya, membangun semua itu ke dalam antarmuka pengguna aplikasi adalah kunci untuk dapat menerapkan AI itu dengan penuh keyakinan. Itulah yang saya harap dipikirkan oleh siapa pun yang hendak memasukkan teknologi AI ke pasar; di mana saja Anda ingin manusia dapat berkolaborasi dengan AI. Agar kolaborasi ini sukses, AI harus mudah dipahami, intuitif, dan dapat ditafsirkan.
Jake Burns:
Dengan kata lain, AI akan menyediakan jawaban, tetapi AI juga harus mampu menjelaskan proses ia bisa sampai pada jawaban itu.
Vijay Chittoor:
Sebagian besar, ya, atau jawaban itu harus terasa sangat intuitif sehingga terasa benar, dan harus ada cukup bukti bahwa tanpa perlu melihat jutaan keputusan, Anda yakin bahwa teknologi itu masih melakukan hal yang benar untuk pelanggan akhir.
Masa depan pengalaman pelanggan
Jake Burns:
Salah satu hal yang ingin diketahui semua orang adalah apa yang akan terjadi di masa depan, betul? Memang tidak ada yang bisa meramalkannya. Namun, dalam kurun dua atau tiga tahun ke depan, bagaimana Anda melihat AI, terkhusus AI generatif membentuk ini dalam kaitannya dengan pengalaman pelanggan?
Vijay Chittoor:
Pertanyaan bagus. Ketika Anda melihat gelombang pertama AI generatif selama beberapa bulan terakhir, kita telah mendengar begitu banyak kabar tentang AI generatif dan bahwa AI generatif akan menggemparkan dunia. Banyak kasus penggunaan awal Gen AI berkaitan dengan pembuatan konten dan lebih banyak variasi, serta kemampuannya untuk mengurangi kompleksitas dan menghemat waktu pembuatan konten baru. Jika Anda berpikir tentang dunia pengalaman pelanggan, yang Anda geluti, secara historis, untuk tim yang mencoba memberikan pengalaman pelanggan, ada hambatan besar terkait konten, yakni menghasilkan konten yang tepat untuk mempersonalisasi setiap interaksi. Jika Anda berpikir tentang jutaan interaksi yang dipersonalisasi, lantas bagaimana caranya Anda membuat jutaan konten? Hal pertama yang dilakukan Gen AI adalah menghapus atau setidaknya mengurangi hambatan pada pembuatan konten dalam banyak variasi konten yang sama.
Langkah selanjutnya, memadukan Gen AI dengan yang disebut sebagai AI pelanggan guna menghadirkan personalisasi yang sebenarnya. AI pelanggan bertugas untuk memprediksi keinginan setiap individu atau variasi konten apa yang mungkin menarik bagi setiap individu. Gen AI bertugas untuk membuat semua konten itu dalam atau mendekati waktu nyata dan menjamin ketersediaannya. Contoh sederhananya, promosi yang dikirim suatu merek melalui SMS dan naskah promosi yang sama akan berbeda-beda untuk setiap pelanggan. Bisakah itu diberitahukan tak hanya oleh sentimen dan hal-hal seperti itu, yang mudah dimanipulasi oleh AI generatif, tetapi juga oleh AI pelanggan, yang tahu betul penawaran mana yang diminati pelanggan. Ketika kedua elemen itu digabungkan, maka akan terbukalah tingkatan baru personalisasi. Kami sangat menantikan ketika Gen AI dan AI pelanggan dipadukan guna memberikan pengalaman pelanggan yang prima.
Saran untuk memulai dan melakukan penskalaan dengan AI
Jake Burns:
Sebagai veteran di bidang ini, adakah saran bagi mereka di luar sana yang mungkin sedang mengawali perjalanan AI? Ada banyak yang sedang memulainya. Hal penting apa yang sebaiknya mereka pertimbangkan?
Vijay Chittoor:
Perusahaan-perusahaan punya banyak potensi terpendam. Ada banyak pengetahuan yang belum terungkap, ada banyak data laten yang dapat digunakan untuk memberikan nilai kepada konsumen akhir. Bagaimana nilai dari semua itu bisa diberikan? Merek secara konvensional telah memulai dengan upaya-upaya berbasis manusia. Mereka telah sedikit melakukan transformasi digital dan memanfaatkan teknologi untuk mulai memberikan nilai.
Berkat AI, semua orang di perusahaan kini sangat bisa memberikan nilai transformatif itu kepada para pelanggan akhir. Jika Anda mulai melihat dari sudut pandang itu, Anda mulai mencari cara untuk merombak seluruh strategi dan proses, jika semua harus diutamakan dengan AI. Penyegaran beberapa elemen itu butuh proses.
Jake Burns:
Ya. Tadi Anda bilang, “saya pikir Anda menyinggung demokratisasi teknologi ini”, betul? Memberikannya kepada semua orang di organisasi Anda atau kepada lebih banyak orang di organisasi Anda. Tadi juga saya dengar “ambil data yang sudah Anda punya, yang mungkin sebagian besar tidak akan lagi digunakan, dan manfaatkan teknologi ini untuk membuka wawasan dari data itu”.
Vijay Chittoor:
Benar sekali. Ya, itu benar. Demokratisasi. Karena teknologi ini menjadi matang hingga pengguna non-teknis akan dapat menggunakannya. Nilai bisnis yang luar biasa jadi terbuka seiring itu terjadi dalam skala besar di banyak perusahaan. Kunci penskalaan adalah memikirkan bagaimana hal itu bisa menjadi pendorong terbesar pertumbuhan Anda dengan menaruh teknologi ini di tangan tim yang langsung menghadapi pelanggan ke tangan fungsi-fungsi non-teknis lain di perusahaan Anda.
Simak versi podcast
Versi audio sesi wawancara ini juga tersedia di podcast Conversations with Leaders.
Dengarkan dengan mengklik tautan podcast favorit Anda di bawah ini:
Spotify

Apple Podcasts

Amazon Music
